[Cerpen] Anak Matahari
Kau berdiri gamang di atas trotoar, tepat di perempatan jalan. Matamu melirik lampu yang menyala hijau kemudian berganti kuning. Gelisah. Wajahmu yang kumal karena memang dibuat kumal dan dihiasi …
Baca Selengkapnya »Kau berdiri gamang di atas trotoar, tepat di perempatan jalan. Matamu melirik lampu yang menyala hijau kemudian berganti kuning. Gelisah. Wajahmu yang kumal karena memang dibuat kumal dan dihiasi …
Baca Selengkapnya »Perempuan itu, Maryam, istri yang baru kunikahi selama sembilan puluh hari hilang. Hilang tanpa bekas, tanpa secarik pun catatan di atas kertas, tanpa surat, pun pesan-pesan tersirat. Ia hanya hilang. …
Baca Selengkapnya »Di desa kami yang sunyi, Sindangwangi, semua orang tak pernah lupa tentang Sukandar. Ia bukan hanya dikenal karena hidupnya yang bagai legenda berjalan, tapi juga karena cara kematiannya yang masih …
Baca Selengkapnya »Burung itu datang lagi dan mulai bernyanyi, tepat tengah hari sehabis para jamaah salat Jumat meninggalkan musala renta di tengah kampung. Musala yang hanya diisi oleh beberapa orang tua sedangkan …
Baca Selengkapnya »Permusuhanku dengan Ibu selalu dimulai dari pertanyaan yang sama: “Kapan kamu akan nadran ke makam anakmu?”. Pertanyaan itu pun berulang setiap tahun di setiap kali kepulanganku ke Babakan. Bagi Ibu, …
Baca Selengkapnya »Jika kematian menjadi sesuatu yang sangat sakral, maka tidak begitu bagi perempuan itu; Maryam. Baginya, kematian menjadi semacam ritual yang dijadwal, persis seperti keberangkatan kereta api atau …
Baca Selengkapnya »Ada banyak kematian yang dikabarkan dengan berbagai cara dan pertanda. Jika di kampung lain, pertanda datang dalam bentuk nyanyian burung uncuing atau gerombolan burung golejra di atap rumah tetangga, …
Baca Selengkapnya »