Resensi Bintang Bunting

Resensi Bintang Bunting Valiant Budi
  • Judul: Bintang Bunting
  • Penulis: Valiant Budi
  • Penerbit: Gagas Media
  • Cetakan: I, 2008
  • Tebal: xvi + 324 halaman (13x19 cm)
  • Harga: Rp46.000,-


Kepada Kang Vabyo,

Dasar! Gue nggak nyangka aja novel lu bakal kayak gitu. Padahal gue udah bela-belain janjian ama tukang ojek supaya dianter ke BCS sehabis pulang kerja cuma buat beli novel lu.

Gue dah nyasar-nyasar di sana karena nggak bisa ngebedain mana lantai dasar dan mana lantai satu. Tanya-tanya di mana letak toko buku Gramedia sama mbak-mbak penjaga konter pakaian dalam, yang ternyata juga nggak tahu di mana letak tokoknya. Sebab selama setahun kerja di sana, dia sama sekali belum pernah keluar sarang.

Setelah sampai di toko buku harapan gue satu-satunya itu, gue bela-belain jongkok-jongkok, nungging-nungging, berusaha ngacak-ngacak rak, nyariin novel lu. Nggak nemu-nemu. Damn!

Dengan raut putus asa, akhirnya gue tanya sama mbak-mbak pramuniaga yang mengerutkan keningnya sampe keriput waktu gue tanya, “Mba, ada novel Bintang Bunting karya Valiant Budi nggak?” Si mbak menggeleng-geleng dengan wajah ragu. Untungnya dateng mas-mas yang keliatan lebih senior. Gue dianterin ke jajaran novel lu yang ternyata nongkrong di bagian depan toko. Beuh! Kenapa juga gue lupa bawa kaca mata.

Sempet juga gue nyasar waktu mo pulang dari sana. Harusnya naik angkot jurusan Dapur 12-Jodoh yang ke arah Jodoh. Eh, ternyata gue berada di seberang jalan yang salah. Hampir-hampir gue kebawa ke Panbill sana. Untungnya gue memegang teguh istilah ‘malu bertanya sesat di jalan’, akhirnya sampai juga ke rumah tanpa kekurangan sesuatu apapun. Yah, meski tetap buta arah.

Setelah perjuangan yang super panjang dan melelahkan itu, ternyata novel lu kayak gitu? Sungguh tidak mengecewakan. Ternyata nggak sia-sia gue jadi orang bego di BCS mall.

Gue ikutan ngeri karena Audine tidak bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan. Kejadian demi kejadian ganjil bertumpukan hingga kadang membuat Audine histeris tak karuan. Bahkan terserang vertigo sampe sering pingsan.

Waktu Audine menemukan Adam suaminya di tempat tidur dengan cewek lain. Gue juga bertanya-tanya, itu mimpi atau bukan sih? Untuk menemukan jawabannya, gue malah latah gambarin bintang juga. Dan tentu saja terus membaca dengan dada berdebar-debar.

Raeli? Kok lu bisa sih punya tokoh yang kayak gitu? Ide dari mana tuh? Keren, tauk! Raeli kan takut banget ma kematian en cara kematiannya sendiri. Bagi dia, segala sesuatu bisa saja berbahaya dan siap merenggut nyawanya. Tempat yang paling rawan, bisa saja merupakan tempat paling aman. Tapi…hal itu bisa jadi malah kebalikannya. Hiyyyy tiba-tiba gue nggak mau deket-deket jembatan layang, nggak mau lagi nongkrong di Barelang. Gue juga jadi emoh bawa mobil sendirian (Heuh, emang gue bisa nyetir mobil? Punya mobil aja kagak)

Gue malah sebel sama Mada, sang peramal yang pandai membaca garis tangan. Well, karena gue ilfil aja ma yang namanya ramal-meramal. Boleh kan gue subjektif.

Tahu nggak? Gue kira ini novel science-mistery (genre apaan nih?), ternyata gue salah, karena ini bukan sedangkal yang gue kira.

Dan endingnya…Heuh! Puih! (dibaca dengan efek nada sinis dan tatapan bengis ala Miss Bling Bling). Gue kira bakalan se-sederhana seperti kebanyakan novel-novel Indonesia yang pernah gue baca. Ternyata nggak. Lu berhasil bikin gue blingsatan menahan kantuk saking asyiknya baca.

Gue puas banget baca novel lu. Beneran! Pantes aja lu jadi Nominator Penulis Muda Berbakat di KLA (Khatulistiwa Literary Award) 2007.

Catatan:

Tulisan ini sengaja dibuat sedemikian rupa agar Anda juga menjadi penasaran seperti saya dulu. Apabila Anda merasa nanggung, silakan dapatkan kisah selengkapnya dengan usaha Anda sendiri. Caranya? Belilah novel tersebut di toko-toko buku terdekat. Beli, jangan cuman minjem. Ini untuk membangkitkan industri perbukuan Indonesia. Kalau bukan Anda, siapa lagi yang bisa berpartisipasi? (Kok kedengerannya kayak iklan layanan masyarakat ya?) :D

-sky-

Langit Amaravati

Web developer, graphic designer, techno blogger.

Peminum kopi fundamentalis. Hobi membaca buku fiksi fantasi dan mendengarkan lagu campursari. Jika tidak sedang ngoding dan melayout buku, biasanya Langit melukis, menulis cerpen, belajar bahasa pemrograman baru, atau meracau di Twitter.