- Judul: Kedai 1001 Mimpi, Kisah Nyata Seorang Penulis yang Menjadi TKI
- Penulis: Valiant Budi
- Penerbit: Gagas Media, 2011
- Tebal: xii + 444 halaman
- ISBN: 979-780-497-6
- Harga: Rp19.000,- (obral Gramdedia)
- Rating: 3/5
“Datang ke sini itu harus siap ‘dijajah’. Baik jiwa maupun raga!” Yuti
Vabyo bekerja sebagai barista di Kota Dammam, kota kecil di Arab Saudi. Bukan, bukan kedai kopi seperti kafe-kafe lokal seperti di Indonesia, melainkan kedai kopi bertaraf internasional. Sayangnya kualitas kedai kopi itu jauh dari kualitas internasional.
Sejak hari pertama datang, ia sudah menghadapi berbagai tantangan. Jangan sebut cuaca esktrem, itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan yang ia alami kemudian.
Ironi
Setiap kali membaca buku Vabyo (Valiant Budi) saya harus siap dengan berbagai kejutan, pun kali ini. Meski ini buku nonfiksi, tapi saya yakin bahwa di dalamnya sudah disiapkan berbagai jebakan, sama seperti kedua buku Vibi sebelumnya: Joker dan Bintang Bunting. Sayangnya saya salah, kali ini tidak ada jebakan karena setiap bab di dalam buku adalah roaler coaster yang membuat saya meringis, bahkan ingin menangis.
Jadi ini sebabnya mengapa ia seakan menghilang? Pergi ke Saudi untuk menjadi TKI karena mewujudkan mimpi untuk tinggal di Negeri 1001 malam itu? “Tolol kali kau, Kang! Kayak nggak ada kerjaan lain aja,” saya ingin mengatakan itu kepadanya. Tapi siapalah saya? Cuma pembaca yang pada akhirnya bersyukur karena salah satu penulis favoritnya berhasil selamat kembali ke Indonesia.
Berbeda dengan kedua bukunya yang lain, gaya bertutur Vabyo di Kedai 1001 Mimpi menurut saya agak “ganggu”. Terutama rima di setiap akhir kalimat yang terkesan agak maksa. Juga karena gaya komedi yang memang tidak cocok untuk buku sejenis ini.
Namun, setelah selesai membaca buku ini, saya berspekulasi bahwa gaya bertuturnya memang disengaja. Kegetiran yang dikemas dengan gaya komedi, betapa ironi.
Sisi Mengerikan Arab Saudi
Bab demi bab menyajikan cerita yang membuat saya berdoa, berharap bahwa itu semua fiksi belaka. Kedai kopi tempat Vabyo adalah “neraka” kalau kata saya. Mulai dari rekan kerja yang tidak kooperatif cenderung “kulub-able”, store manager yang gemar meminjam uang dan menggelapkan uang penjualan, modus penahanan paspor oleh perusahaan, sampai para pelanggan yang menurut saya pantas diajak ngopi ama Jessica.
Belum lagi ada cerita tentang Teh Yuti, TKW asal Tasik yang berkali-kali akan diperkosa oleh majikannya, tapi Teh Yuti melawan dengan bersiasat. Akhirnya dia dinikahi meski kehidupan pernikahannya tidak sebahagia yang kita kira.
Ada juga Mas Blitar yang bekerja sebagai sopir, ia kerap kali mendapatkan serangan seksual dari sang madam. Keadaan memaksa dia merangkap menjadi “lelaki siap pakai”, secara bergiliran pula.
Kalau Anda berpikir bahwa Arab Saudi adalah tempat orang-orang bergamis dan ber-abaya yang setiap saat menyebut nama Tuhan, relijius, para calon penghuni surga. Saya sarankan Anda membaca buku ini. Kalau Anda berpikir bahwa di negara tempat turunnya Islam ini nasib perempuan jauh lebih baik, lagi-lagi saya harus menyarankan agar Anda membaca buku ini. Kalau Anda berpikir bahwa Arab Saudi suci hama dari perzinahan. Kalau Anda berpikir homoseksual tidak ada di sana. Kalau Anda berpikir bahwa rasisme hanya milik orang-orang kulit putih. Kalau Anda berpikir bahwa di sana tidak ada pesta alkohol dan pesta seks.
SAYA SARANKAN ANDA MEMBACA BUKU INI.
Di Dammam, pernah ada perempuan yang diperkosa beramai-ramai oleh temannya lalu hamil. Ketika ia datang ke rumah sakit untuk aborsi, pihak rumah sakit malah melaporkannya atas tuduhan hamil di luar nikah. Perempuan itu kemudian dipenjara.
Sakit, ya?
Jujur, Kedai 1001 Mimpi membuat saya bersyukur lahir dan besar di Indonesia. Negeri yang meski sering dicerca oleh kaum feminis, tapi setidaknya perempuan di sini diperlakukan sebagai manusia. Saya meraba dada, ingat akan Aksa. Kalau saya tinggal di negara lain, mungkin kami akan mati dirajam.
Gebleg juga ya. Aku berjanji tidak akan menceritakan perngalaman memalukan ini pada siapapun! Dikejar-kejar pria tengah malam sambil bawa-bawa ayam goreng. Nentang ayam disangka ‘ayam’. - Hal 115
Saya juga bersyukur karena meskipun kaum LGBT mulai agresif tapi setahu saya tidak ada om-om yang nyari mangsa di jalanan dengan cara yang nyaris sama dengan penculikan atau pemerkosaan. Gilanya, Vabyo tidak hanya sekali dua kali mendapatkan pelecehan seksual, tapi sering.
Ini Bukan tentang Islam
Ketika Vabyo menceritakan pengalamannya di Facebook dan blog, dia malah disangka sedang menjelek-jelekkan Islam oleh kebanyakan pembaca. Kebenaran itu memang pahit, ya?
Saya kira kalau ada 10 orang saja TKW yang punya kemampuan menulis memoar, negara akan menarik semua TKW sektor informal dari Saudi Arabia. Well, tidak juga sih. Toh di KBRI juga banyak oknum yang sering meminta pungli jika ada TKW yang meminta pertolongan. Belum lagi ketika di bandara. Najis banget lah urusan TKW ini.
Oh iya, izinkan saya mengatakan bahwa buku ini bukan tentang Islam. Dalam Kedai 1001 Mimpi Vabyo dengan jujur menceritakan sebuah kota, sebuah negara, dengan segala budaya dan permasalahannya.