Resensi Lingkar Tanah Lingkar Air

Resensi Lingkar Tanah Lingkar Air
Foto: Salwa
  • Judul: Lingkar Tanah Lingkar Air
  • Penulis: Ahmad Tohari
  • Penerbit: GPU, 2015
  • Tebal: 165 halaman
  • Rating: 5/5

Saya baru saja terjun ke dunia penulisan setelah bergelut dengan kesibukan dunia nyata. Unggahan resensi pertama ini mengawali perjalanan saya, Salwa Isheeqa sebagai booksblogger.

Saya mendapatkan banyak dukungan dan semangat terutama dari teman dan Bunda saya. Saya dan Bunda sama-sama berkecimpung di dunia penulisan. Beliau menurunkan bakat minat menulisnya kepada saya. Dan saya harus berterima kasih untuk itu.

Bunda saya berkata, “Coba kamu baca buku karya Ahmad Tohari. Bagus.” Sepertinya keputusan saya mengikuti saran beliau adalah keputusan yang tepat. Saya menikmatinya.

Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari. Konflik yang membuat pembaca terbuai dan merasakan betapa tegangnya suasana Tanah Air saat itu. Dikemas dengan apik dengan balutan kata-kata yang baku namun mudah dimengerti.


Amid dan kawan-kawan hanya memiliki dua pilihan. Bertarung sampai menang atau mati. Berjuang membela kemerdekaan RI memanglah bukan hal mudah. Namun Amid melakukannya karena kewajiban iman dan cintanya pada Indonesia. Seperti apa yang dikatakan Kiai Ngumar, “Taat kepada pemerintah yang sah adalah kewajibanku, kewajiban menurut imanku, iman kita.” (halaman 17)

Pertempuran membawa Amid masuk menjadi anggota laskar DI/TII yang menentang pemerintah RI. Perasaan Amid berkecambuk dan diselimuti rasa bersalah karena pasukannya sering memerangi warga seagama. Apalagi ketika terjadi penyerangan jip militer di wilayah antarakota Wangon dan Cilacap. Amid mendapati sesuatu yang memukul sanubarinya: seuntai tasbih dan sebuah Quran kecil ada di dalam kantong tentara yang ia tembak.

“Sembahyang adalah kewajiban yang datang dari Tuhan untuk setiap pribadi yang percaya. Kewajiban sembahyang tidak datang dari seseorang untuk orang lainnya,” ucap Kiai Nyumar. (halaman 54)

Bagian yang menguras air mata ketika Amid pulang ke kampung dan bertemu Emak dan Bapak. Dipeluk dan diusapnya rambut Amid oleh Emak menandakan jika beliau begitu menyayangi Amid. Tak sampai di situ, ketika Amid menemani Umi yang hendak melahirkan juga mengiris hati. Di mana Umi harus berjuang demi anaknya di tengah keadaan yang serba seadanya.

Di akhir cerita, sesuatu yang didambakan Amid terwujud: bertempur dengan semangat jihad untuk Republik. Selamat tinggal, Amid. Perjuanganmu demi Tanah Air, sudah terlaksana.

Bagi saya, buku ini patut diberikan 5 bintang. Cocok sekali untuk Anda yang menyukai buku tentang perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.

Terima kasih telah membaca resensi saya. Semoga Anda menjadi berminat untuk membaca buku ini.

Salwa Isheeqa

Pelajar dan pembaca.