Sinkronisitas Perahu Kertas

Resensi Perahu Kertas Dee Lestari
  • Judul: Perahu Kertas
  • Penulis: Dee Lestari
  • Penerbit: Trudee

Buku ini muncul dengan jalan yang serba ‘kebetulan’. Mengurai kisah yang serasa ‘kebetulan’. Juga mengambil latar tempat yang -anehnya- juga ‘kebetulan’: Bandung-Jakarta-Bali. Namun,sepertinya Kugy, Keenan, Eko, Noni, Luhde, Remi, dan semua tokohnya menginfeksi aku secara disengaja.

Seperti sinkronisitas yang sering menimpa Dee dalam perjalanannya menuliskan Perahu Kertas (kebetulan aku adalah pengunjung setia blognya Dee), buku ini pun sampai ke tanganku melalui sinkronisitas yang absurd. Seakan semesta berkata: Sky, you must read this book, NOW! Bukan pada saat e-book nya beredar 2 tahun lalu. Bukan pada cetakan pertamanya Agustus tahun lalu. Justru sekarang, saat ini. Saat aku benar-benar membutuhkannya.

Perahu Kertas dihadiahkan oleh seorang teman baik hati yang berdomisili di Bali dan dikirimkan ke Bandung melalui jasa ekspedisi. See? Belum apa-apa ia sudah melakukan perjalanan serupa setting dalam cerita. Dan aku membacanya TEPAT pada saat mati suri dari mimpi dan cita-cita akbibat kehilangan seluruh draft yang telah kukerjakan dengan seluruh jiwa raga. Lalu karakter Kugy (tanpa bermaksud menyama-nyamakan diriku dengannya) kurang lebih adalah aku 8 tahun lalu yang dengan bodohnya masuk ke senirupa ITB karena merasa bisa menggambar namun akhirnya menyerah dan kembali pada cinta pertamaku:puisi.


Kisah cinta Kugy dan Keenan adalah kisah biasa, banyak orang yang barangkali pernah mengalaminya. Tapi kisah cinta ini tidak sendiri, melainkan berkolaborasi dengan proses pewujudan mimpi, pembuktian jati diri, persahabatan yang unik, konflik yang pelik, dan di tangan penulis sekaliber Dee, maka Perahu Kertas bertransformasi menjadi novel yang fantastik.

Jika dibandingkan dengan karya-karya Dee sebelumnya, novel ini jadi terasa lebih “down to earth”. Tidak ada teori fisika, kimia, astronomi, atau teori ilmiah lainnya yang meski kuakui sangat brilian dan menambah wawasan, tapi -entah kenapa- selalu berhasil membuat teman yang kupinjami Supernova menyerah pada halaman ke-25 (Dee: peace ya!) Tali temali persahabatan, mimpi, cita-cita, realita, keluarga, dan tentu saja asmara dirajut dengan sempurna oleh Dee. Seakan-akan semua tokohnya ingin mengajak kita berkaca dan berbicara, lalu… greb! Kita pun dipaku dalam empati dan kisah di dalamnya menjadi kisah kita.

Tidak ada detail latar berlembar-lembar, itu tak perlu karena sejak halaman pertama kita sudah bergantungan di buku tulis Kugy, di kanvas Keenan, di Fuad-nya Eko. Sehingga tak perlu bekerja keras membayangkan bagaimana indahnya Ubud, dinginnya Bandung, atau macetnya Jakarta.

Dee nyaris berhasil menggusur kedudukan Ahmad Tohari sebagai The Most Inspiring Author dari daftarku karena satu hal: penggarapan tokohnya. So unique, unusual, but so real at the same time. Bahkan sampai sekarang pun aku masih percaya bahwa cyber avatar itu beneran ada. Dan karena zodiakku Aquarius (meski sekarang tak lagi percaya astrologi, juga mengingat aku memenuhi kualifikasi orang aneh, aku rela direkrut jadi agen Neptunus setelah Keenan :D.

Perahu Kertas menginspirasi dan memotivasi banyak orang, aku yakin. Dalam kasusku, efeknya dramatis dan cukup parah. Gilanya, aku jadi ingin minggat ke Bali dan berkumpul dengan para seniman. Sambil membaca sambil menangis tak henti-henti sepanjang malam, mengirimi teman-temanku dengan sms aneh pada jam satu dini hari.

Perahu Kertas, dengan caranya yang aneh berhasil membangunkan peri-peri mimpi dari benak setiap orang, memberanggus raksasa-raksasa realita dari benak pembacanya. Apa pun mimpi setiap orang, Perahu Kertas telah menggelitik siempunya untuk mewujudkannya. Bagaimanapun bentuk begundal raksasa penghalang, Perahu Kertas dengan tanpa ampun mengajak pembaca untuk menanganinya.

Dan akhirnya, aku kehilangan kata-kata kepada Dee karena telah menuliskan novel ini selain, terima kasih.

Teruntuk: Mas Fuad, thanks a lot for your gift.

Langit Amaravati

Web developer, graphic designer, techno blogger.

Peminum kopi fundamentalis. Hobi membaca buku fiksi fantasi dan mendengarkan lagu campursari. Jika tidak sedang ngoding dan melayout buku, biasanya Langit melukis, menulis cerpen, belajar bahasa pemrograman baru, atau meracau di Twitter.

Artikel Menarik Lainnya: